Kamis, 05 November 2009

TUJUH HAL YANG DI UCAPKAN ORANG TUA KE PADA ANAK

(psikologi jiwa anak)



Bicara pada anak, kelihatannya memang sepele. Tapi percayalah, jika tak jeli  memilih kata-kata dan kalimat, bisa berdampak buruk bagi si kecil.
 

Tak mau, kan, buah hati jadi tak punya percaya diri, merasa dirinya jadi  pecundang, atau terus-menerus diliputi rasa bersalah?
 

Sering, kan, kita dengar seorang ibu menegur balitanya dengan ucapan, "Kalau  kamu enggak nurut, nanti Ibu tinggal!" Maksudnya, sih, supaya si anak menurut.  Tapi yang sebetulnya terjadi, "ancaman" seperti itu hanya membuat perasaan anak  terluka. Orang tua sering lupa, kalimat yang dilontarkan pada anak, amat  berpengaruh pada rasa percaya diri, kesehatan emosional, dan kepribadiannya.  Dengan kata lain, ada hubungan kuat antara kalimat yang dipakai dengan sikap dan  tingkah anak kelak.
 

Sederet kata memang bisa berdampak positif, juga negatif. Asal tahu saja,  bahasa bisa jadi salah satu sumber kekerasan terhadap anak. Pendek kata,  perhatikan dan pilih betul kata-kata yang akan disampaikaan pada buah hati.
 

Kalau emosi sedang memuncak, coba, deh, tinggalkan si kecil sejenak, tarik  napas dalam-dalam, jalan-jalan, atau minum air putih. Emosi pun akan turun dan  kita jadi bisa berpikir lebih tenang. Setelah itu, baru ajak anak berkomunikasi. 
 

Berikut sejumlah kalimat tabu untuk dilontarkan pada si buah hati.
 

1. "Gara-gara kamu, Ayah dan Ibu jadi pisah."
Tak seorang anak pun bisa  dijadikan alasan perceraian orang tuanya. Seorang anak tak selayaknya menanggung  beban yang sedemikian berat. Meski hal itu benar adanya dan disampaikan dengan  halus, tetap saja anak akan merasa sangat bersalah. "Seandainya saya tak nakal,  pasti Ayah dan Ibu enggak pisah," begitu yang seringkali timbul di benaknya. 
 

2. "Kalau enggak berhenti menangis, Ibu tinggal kamu di sini!"
Ketakutan  terbesar dari seorang anak adalah berpisah atau ditinggalkan sendirian. Apalagi  oleh orang tuanya. Mengancam anak dengan kalimat seperti itu dengan tujuan anak  mau menuruti perintah dan berhenti melakukan suatu tindakan, jelas tidak bijak.  Lebih bijaksana jika memberinya pilihan. Misalnya, "Sayang, jika kamu tetap saja  berteriak-teriak seperti itu, lebih baik kita pulang saja, ya. Ibu baru mau  meneruskan belanja kalau kamu berhenti berteriak-teriak. Terserah, kamu mau  pilih yang mana?" Alternatif lain adalah dengan mengalihkan perhatian anak atau  menghentikan kegiatan untuk sementara. Siapa tahu, Anda atau si kecil memang  sudah capek dan perlu istirahat.
 

3."Mestinya kamu malu pada diri sendiri."
Rasa bersalah akan segera  menyergap anak jika kita mengucapkan kalimat seperti itu. Sementara orang tua  justru yakin, kalau anak merasa bersalah, ia pasti bakal mengubah kelakuan dan  jadi menurut. Memang, rasa bersalah atau rasa malu bisa membuat seseorang,  termasuk anak, mengubah perilakunya sesuai yang diharapkan. Namun, jangan salah.  Pada saat yang sama, ia juga akan merasa dirinya sebagai pecundang. "Saya memang  anak nakal, tak bisa bikin orang tua senang," "Saya selalu salah," dan  sebagainya. Ujung-ujungnya, rasa percaya diri anak menurun drastis.
 

4. "Kami tak pernah mengharapkan kamu."
"Nyesel rasanya Ibu melahirkan  kamu! Kalau tahu kamu bakal senakal ini, lebih baik kamu tak lahir saja."  Kalimat seperti ini sungguh tak bisa diampuni. Tak peduli apa kesalahan anak  atau selembut apa pun disampaikan, tetap saja tak dibenarkan untuk dilontarkan.  Sebab, hanya menunjukkan ada yang tak beres dalam hubungan orang tua dan anak.  Jika ini yang terjadi, segera cari tahu, apa yang salah dalam hubungan dengan si  kecil. kalau perlu, segera minta bantuan ahli.
 

5. "Kenapa, sih, enggak bisa seperti adikmu?"
Saat orang tua  membandingkan anak dengan saudaranya, berarti salah satu di antaranya dianggap  kurang. Kalimat ini membawa pesan pada anak, ia tak lebih pandai, tak lebih  baik, dan tak lebih cakap dibanding saudaranya. Kalimat, "Kamu memang tak  seperti kakakmu," akan membuatnya merasa dikucilkan dan bisa berdampak hingga ia  dewasa.
 

Membanding-bandingkan antara saudara juga akan menciptakan persaingan tak  sehat di antara mereka. Alhasil, mereka jadi "hobi" bertikai dan akhirnya  merusak hubungan antar-anak. Terimalah setiap anak dengan segala kelebihan dan  kekurangannya. Ingat, tiap anak adalah individu unik.
 

6. "Pokoknya lakukan seperti kata Ibu!"
Kalimat ini membawa pesan, "Kamu,  kan, anak kecil,tahu apa, sih? Ibu, kan, lebih tahu dan lebih pintar. Tugas saya  adalah memberi tahu dan tugas kamu adalah mematuhi apa yang saya katakan!"
 

Kalimat ini akan menciptakan kebencian pada diri anak. Lain halnya jika  disampaikan dalam bentuk yang bisa mengundang empati anak, semisal, "Ibu  benar-benar capek, Sayang."
 

7. "Sini, biar Ibu yang bikinin."
"Sini, biar Mama yang kerjakan," "Kali  ini, Ibu mau bantu kamu." Jika kalimat-kalimat itu selalu dilontarkaan setiap  kali anak mendapat kesulitan, sama artinya dengan menciptakan rasa tak berdaya  atau tak mampu dalam diri si kecil. Cara ini juga membuka peluang bagi anak  untuk melakukan hal yang sama di masa depan.
 

Kalau cuma dilakukan sekali, sih, tak masalah. Tapi dua kali, berarti pola  sudah tercipta. Tiga kali dan seterusnya? Berarti Anda sudah menciptakan  pekerjaan baru bagi diri sendiri. 
 

ORANG TUA BAIK, ANAK JUGA JADI BAIK
 

Memberi anak motivasi agar berperilaku baik, sebetulnya tak sulit, kok. Orang  tua pun tak perlu menggunakan sikap otoriter yang justru bikin anak tertekan. 
 

* Ubah sikap
 

Orang tua adalah model bagi anak. Jadi, coba cari tahu, apa yang membuat anak  melakukan hal-hal yang tak Anda "setujui." Bisa saja, mereka meniru dari Anda.  Coba catat, apa perilaku baik yang dilakukan anak minggu ini dan catat pula apa  yang Anda lakukan di minggu yang sama. Jika Anda berlaku "baik," bisa dipastikan  anak pun akan bertingkah baik pula.
 

* Buat aturan main
 

Apakah Anda sudah membuat aturan yang jelas di dalam keluarga? Termasuk untuk  anak-anak Anda? Misalnya, setiap bangun tidur harus membereskan sendiri tempat  tidur. Aturan akan membantu anak melakukan hal-hal positif tanpa kita perlu  bersikap keras. Yang tak kalah penting, bersikaplah konsisten. Sekali Anda  berkompromi dan melanggar aturan, anak pun akan punya cara untuk keluar dari  aturan. Caranya? ya, dengan cari-cari alasan agar tak perlu ikut aturan.
 

* Cintai buah hati
 

Anak, di usia berapa pun, selalu ingin membuat orang tuanya senang. Mereka  adalah makhluk yang dipenuhi kasih. Tak ada anak yang berniat mencelakakan  ibunya, kan? Perhatian dan cinta orang tua yang tulus dan tanpa pamrih pada  mereka adalah motivator terkuat bagi anak.
 

* Tetapkan tujuan
 

Apa, sih, sebetulnya tujuan Anda mendidik dan membesarkan anak? Coba tulis,  apakah Anda ingin membesarkan anak menjadi orang yang penuh cinta kasih atau  yang disiplin, dengan cara apa pun? Nah, cermati betul, apa kira-kira hasil yang  akan diperoleh dari tujuan tadi.  (Tabloid Nova)